Banyak
sekali kerancuan pemahaman tentang ‘amnesty’ di Timor Lorosae. Mengikuti
contoh Afrika Selatan dan menjawab pembicaraan tingkat atas tentang amnesti bagi
beberapa orang milisi, ada yang menyimpulkan bahwa rekonsiliasi harus diartikan
sebagai pemberian amnesti sehingga mereka menolak KPKR karena dipandang sebagai
suatu instrumen untuk mengampuni/mengabsolusi kesalahan dan tanggung-jawab.
Penting sekali untuk diperjelas bahwa rekonsiliasi dan amnesti bukanlah dua hal
yang sama. KPKR Timor Leste berdasarkan pada prinsip tanggung-jawab individu dan
tidak akan menawarkan amnesti.
Tulisan
berikut ini dimaksudkan untuk membantu memperjelas isu tersebut dengan
mengetengahkan batasan/pengertian tentang istilah-istilah teknis/legal, pendapat
pro dan kontra amnesti (termasuk mengapa PBB menolak gagasan semacam itu), dan
bagaimana amnesti dipergunakan di Negara-negara lainnya.
Amnesti:
Amnesti (dari bahasa Yunani amnestia ‘melupakan’) adalah suatu
tindakan untuk ‘melupakan’ sebuah kejahatan. Seseorang yang telah diberi
jaminan amnesti tidak akan dituntut atas suatu kejahatan yang tercakup dalam
amnesti. Efek hukum sebuah amnesti ialah memandang sebuah kejahatan seakan tak
pernah terjadi dan menghapus kejahatan seseorang dan tanggun-jawab socialnya.
Sebab gugatan pengadilan tidak akan dilakukan. Amnesti dijamin baik secara
kolektif (amnesti umum) maupun atas permintaan perorangan. Amnesti sendiri
‘self-amnesty’ ialah amnesti yang diberikan oleh para pejabat pemerintah
sendiri kepada diri mereka. Amnesti bisa bersifat terbuka atau tertutup. Menjadi
jelas bila dinyatakan secara langsung; tertutup bila suatu perjanjian damai
diadakan antara kedua belah pihak yang bermusuhan, atau bilamana sebuah
pemerintahan tidak mengambil tindakan.i. Hak untuk menjamin amnesti biasanya
diberikan kepada seorang kepala negara atau parlemen.
Pardon:
Pardon diberikan hanya setelah pengadilan dan
penghukuman. Dampak Pardon ialah membebaskan seorang yang divonis bersalah dan
dijatuhi hukuman dari hukuman itu sendiri. Penghukuman tidak terpengaruh-hanya
yang dapat dipertimbangkan ialah pengurangan hukuman baik secara menyeluruh
maupun sebagiannya saja. Hak untuk memberikan Pardon biasanya diberikan kepada
seorang Kepala Negara.
Imunitas:
Imunitas ialah
kebebasan atau pembebasan dari tahanan dan prosedur hukum lainnya. Biasanya
menyangkut kelompok-kelompok yang istimewa seperti halnya pimpinan negara, para
anggota parlemen atau diplomat.
Amnesti
untuk kejahatan-kejahatan perang internasional, kejahatan melawan umat
manusia dan pemusnahan etnis, tidak diperbolehkan berdasarkan hukum
internasional.
Masih
kurang jelas pengaturan hukum internasional tentang amnesti dalam kaitan dengan kejahatan-kejahatan
perang yang dilakukan dalam konflik bersenjata yang bersifat interen/dalam
negeri. Akan tetapi kasus hukum tentang Pengadilan Internasional baru-baru
ini yang terjadi di Yugoslavia memperjelas bahwa kejahatan-kejahatan dimaksud
merupakan kejahatan internasional sehingga harus tunduk pada yuridsdiksi
universal. Status Pengadilan Kriminal Internasional untuk Rwanda dan Pengadilan
Internasional memberikan kepada pengadilan-pengadilan tersebut wewenang
yurisdiksi atas kejahatan berat perang/pelanggaran atas hukum HAM yang dilakukan
dalam konflik bersenjata interen/dalam negeri.
Amnesty
untuk pelanggaran HAM secara masal, termasuk penyiksaan, penghilangan dan
eksekusi-eksekusi di luar pengadilan, boleh tidak sesuai dengan beberapa
konvensi HAM dan boleh juga mengabaikan prinsip-prinsip yang mendukung
resolusi-resolusi Sidang Umum PBB.
Pardon
(pengampunan) dimungkinkan
berdasarkan hukum HAM inernasional sepanjang pardon tidak menolak penyembuhan
secara efektif terhadap korban. Pardon yang diberikan sehari setelah seorang
pelaku kejahatan sudah memulai menjalani perpanjangan masa hukumannya, misalnya,
tidak akan merupakan suatu penyembuhan yang efektif.
Dalam
pedoman PBB bagi para Perwakilannya tentang Aspek Tertentu dari Negosiasi dalam
Resolusi Konflik dikatakan bahwa:
'permintaan
amnesti dapat dilakukan atas nama berbagai unsur. Dapat dianggap penting dan
wajar menjamin kekebalan hukum bagi para anggota pasukan lawan yang ingin
kembali bereintegrasi dalam komunitas masing-masing, sebagai bagian dari pada
proses rekonsiliasi nasional. Para juru runding Pemerintah dapat mencari
dukungan atas usul-usul amnesti bagi mereka sendiri; Akan tetapi PBB tidak dapat
menerima amnesti untuk kejahatan perang, pelanggaran HAM dan pemusnahan etnis
atau membantu mereka yang melanggar perjanjian yang dilakukan antara pihak
terkait.’
Contoh
dalam system hukum local: Konsep amnesti tidak diatur secara khusus di dalam proses keadilan di
Timor Leste. Sebaliknya, proses tersebut secara khas melibatkan pelaku yang
berani menghadapi kejahatan dan bersedia membayarnya dengan memberikan
kompensasi kepada korban atau keluarga korban. Ada konsensus di kalangan para
pengamat proses keadilan local di seluruh Timor Leste bahwa masyarakat setempat
mengetahui betul ‘siapa berbuat apa’ dan pertentangan tentang kejahatan
politik dan pelanggaran, seperti biasanya, tidak akan terselesaikan selama
keadilan belum dilaksanakan. Paling tidak, isu amnesti tidak akan menghapus
harapan bahwa para pelaku atau keluarga mereka harus membayar kompensasi kepada
korban di tingkat local. Masyarakat akan terus menuntutnya sampai keadilan
benar-benar terwujud. Ada beberapa lider lokal yang menunjuk adanya bahaya,
yakni masyarakat dapat memberontak, jika proses keadilan gagal dilaksanakan.
Contoh
dalam Hukum Portugis/Indonesia: Tidak ada pengaturan tentang amnesti dan pardon dalam
ketentuan perundang-undangan Portugis, akan tetapi Konstitusi Portugis (1974,
pasal 137(f)) memungkinkan Presiden untuk menjamin pardon dan mengurangi hukuman
setelah mendengar Pemerintah.
Amnesti
dan pardon dari presiden diatur dalam system hukum Indonesia. Pasal 14 UUD 1945
memberikan kewenangan kepada Presiden untuk menjamin pengampunan, amnesti,
pemaafan/absolusi dan pemulihan hak-hak. Hal ini ditinjau kembali di bulan
Oktober 1999 untuk memperbolehkan Presiden menjamin amnesti dan abolisi setelah
mempertimbangkan pendapat Dewan Perwakilan Rakyat dan menjamin pemberian grasi
dan pemulihan hak-hak setelah mempertimbangkan saran-saran dari Mahakamah Agung.
Pada
tahun 1977, Soeharto menawarkan amnesti kepada para pejuang bersenjata FRETILIN,
hal mana mereka menolak. Xanana Gusmao dan para tahanan politik Timor Leste
lainnya dibebaskan pada tahun 1999. Pardon ditawarkan juga kepada para perwira
senior TNI atas kejahatan-kejahatan yang dilakukan di Timor Leste - misalnya
Wahid menawarkannya kepda Wiranto jika dia terbukti bersalah. Para lider politik
Timor Leste menawarkan hal yang sama bagi para lawan politik mereka - termasuk
FRETILIN terhadap UDT di tahun 1975 dan oleh Xanana Gusmao secara periodis
selama masa perjuangan kemerdekaan, termasuk kepada para komandan milisi tahun
1999.
Konstitusi
Timor Leste: Indikasi
terbaru menunjuk (24/11/01) bahwa dalam konstitusi akan tercantum kewenangan
presiden memberikan pardon tetapi bukan amnesti.
Amnesti
merupakan bagian paling akhir dari seluruh instrumen yang digunakan para pembuat
keputusan dalam masa transisi setelah konflik. Amnesti lazimnya diadopsi oleh
dua kelompok - mereka yang mengisukan amnesti kepada diri mereka sendiri
semata-mata guna menghindari tuntutan hukum, dan mereka yang memandang amnesti
sebagai suatu jalan kompromi penting dalam rangka menjamin stabilitas dan
persatuan nasional.
Argumentasi
yang dipakai untuk mendukung isu amnesti ialah sbb:
·
Tuntutan hukum
dapat menggoyang pemerintah transisi yang masih labil, khususnya bilamana
pemerintahan baru itu masih percaya atau harus bekerjasama dengan unsur-unsur
rejim lama. Para pelaku mungkin saja akan menentang setiap hukuman, beralih
melakukan kekerasan, atau melakukan kup. Para pendukung amnesti berpendapat
bahwa amnesti harus menjadi prioritas nomor satu - lebih baik membuat kompromi
keadilan untuk jangka waktu pendek, dengan menjamin amnesti, dalam rangka
mewujudkan tujuan perdamaian, stabilitas dan penghormatan terhadap HAM untuk
jangka waktu yang lebih lama.
·
Amnesti dapat
membangun prospek bagi kelangsungan hidup rejim baru, dengan memperkuat
hubungannya dengan para petinggi rejim lama, khususnya pihak militer.
·
Amnesti dapat
menjadi cara yang paling praktis di negara-negara dimana sistem pengadilan belum
mampu untuk melakukan tuntutan hukum.
Argumentasi
menentang amnesti:
·
Amnesti mengakui
kekebalan. Dengan membawa para pelaku ke pengadilan, berarti Pemerintah
menyampaikan pesan tegas bahwa pelanggaran HAM tidak akan ditolerir dan mereka
yang melakukan kejahatan harus bertanggung-jawab.
·
Amnesti
mengurangi nilai hukum, dengan mengisyaratkan bahwa masyarkat menerima
pelanggaran hukum, khususnya yang terkait dengan perlindungan terhadap pihak
yang lemah. Membawa para pelaku ke pengadilan berarti membantu membangun
landasan pertanggung-jawaban secara
hukum.
·
Jaminan pemberian
amnesti dapat berakibat kekecewaan umum dan kecurigaan terhadap pemerintahan
baru, serta memperlemah legitimasinya.
·
Amnesti umum
menghilangkan peluang atas tuntutan individu. Pemberian amnesti kepada kelompok
atau kelas dapat meningkatkan kebencian social di dalam masyarakat yang sangat
terpecah-belah, dengan cara memaafkan kesalahan secara masal.
·
Amnesti dapat
memperkuat kekuasaan para pelaku kejahatan, baik dengan memperbolehkan mereka
tetap bercokol dalam pemerintahan atau dengan membiarkan pihak lawan - khususnya
militer - untuk meremehkan peranan para pemimpin yang baru.
·
Jaminan amnesti
tanpa pengungkapan kebenaran akan melenyapkan kesempatan untuk membangun suatu
rekaman umum secara nyata dan factual tentang kejadian-kejadian, dan membuka
peluang bagi pemerintah dan unsur-unsur lainnya untuk merusak atau menolak
fakta-fakta. Mengungkap tentang pola pelanggaran yang dilakukan secara
sistematis dan institusional, akan membantu menghambat upaya institusi-institusi
tertentu untuk mendukung para pelaku kejahatan, mendorong pemerintahan baru
untuk membuat pertanggung-jawaban, dan membantu proses penyembuhan.
·
Dengan
menempatkan hak-hak kedua-belah pihak yakni pemerintah dan para pelaku
berhadapan dengan hak-hak para korban, maka amnesti akan membuat sehingga para
korban tak lagi memiliki rasa keadilan dan keharuan, khususnya bila tidak
dibarengi dengan upaya perbaikan. Hal ini akan membuat para korban hidup
teralienasi dan memandang remeh setiap upaya untuk menyembuhkan masyarakat dan
rekonsiliasi.
·
Amnesti untuk
pelanggaran berat hanya akan melanggar hukum internasional.
El
Salvador. Pada tahun
1987, dalam jawaban atas laporan Komisi Kebenaran yang menyebut lebih dari 40
nama para pejabat yang bertanggung-jawab atas pelanggaran berat, presiden El
Salvador mengajukan rancangan undang-undang kepada parlemen untuk memberikan
suatu ‘amnesti yang luas, mutlak dan tanpa syarat’ kepada ‘semua pihak
yang dengan cara apapun telah terlibat dalam melakukan kejahatan politik, (atau)
kejahatan dengan unsur politik’. Parlemen menyetujui undang-undang tersebut
lima hari setelah pengumuman Laporan Komisi Kebenaran.
Chile:
Pada tahun 1978,
pihak militer Chile menjaminkan kepada diri mereka amnesti luas yang mencakup
seluruh kejahatan dari tahun 1973 (ketika mengambil alih kekuasaan) sampai tahun
1978. Amnesti tetap berlaku bahkan sampai mereka kehilangan kekuasaan pada tahun
1990. Meskipun dengan amnesti, proses pengadilan terus dilakukan terkait dengan
kejahatan-kejahatan dalam kurun waktu tahun 1973-78, dimana pihak pengadilan
menafsirkan ketentuan tentang amnesti terbatas sebagai penghapusan hukuman atas
kejahatan (mirip dengan pardon), dan bukan melarang pengadilan untuk memutuskan
tanggung-jawab atas kejahatan.
Mozambik:
Parlemen Mozambik
mengadopsi suatu amnesti umum untuk ‘kejahatan-kejahatan melawan negara’ 10
tahun setelah ditanda-tanganinya Perjanjian Damai tahun 1992, yang mengakhiri 16
tahun konflik bersenjata antara sesama orang Mozambik. ‘Rekonsiliasi’
menjadi focus utama dari periode transisi kepada sebuah orde politik baru dan
sedikit sekali terdapat tuntutan tanggung-jawab atas kejadian masa lalu.
Sierra
Leone: Perjanjian
Damai Lome pada bulan Juli 1999 memberikan amnesti umum untuk semua tindak
kejahatan selama konflik bersenjata. Dalam menandatangani perjanjian tersebut,
PBB menyatakan bahwa tidak akan mengakui amnesti untuk kejahatan pemusnahan
etnis (genocide), kejahatan melawan umat manusia, kejahatan perang dan
pelanggaran berat lainnya melawan hukum internsional. Amnesti dipertimbangkan
kembali setelah macetnya pelaksanaan Perjanjian Lome di pertengahan 2000, akan
tetapi tetap menjadi bagian dari hukum Sierra Leone. Menjawab permintaan dari
Pemerintah Sierra Leone, PBB mengesahkan sebuah resolusi di bulan Agustus untuk
membentuk sebuah Pengadilan Khusus untuk memproseskan pelanggaran HAM.
Afrika
Selatan: Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi Afrika Selatan diberi kekuasaan untuk menjamin
amnesti atas seluruh kejahatan politik bagi mereka yang dapat mengakui secara
terbuka semua tindakan untuk apa amnesti dicari. Dengan terjaminnya amnesti maka
orang-orang yang melakukan kejahatan bebas dari proses tuntutan pengadilan dan
meniadakan gugatan orang atas kerugian yang diderita. Menghindarkan pula
Pemerintah dari pertanggung-jawaban atas tindak-kejahatan yang dilakukan oleh
mereka yang diberi amnesti.
Ditulis
oleh Carolyn Bull, Kantor Interim, Komisi bagi Penerimaan, Kebenaran dan
Rekonsiliasi. Nopember
2001. Terjemahan:
Jose Estevao Soares
Copyright © 2001 Commission for Reception, Truth and Reconciliation in East Timor