USKUP BELO DAN REKONSILIASI

Wawancara dengan Uskup Carlos Filipe Ximenos Belo, SDB, Uskup Diosis Dili dan pemagang Hadiah Nobel untuk Perdamaian.

Cidadaun, No. 10, Oktober 2001

Bagaimana pendapat Bapak.  Uskup tentang rekonsiliasi?

Banyak orang berbicara tentang rekonsiliasi, tetapi belum ada keadilan yang merata dan lengkap.  Sekarang sedang dibentuk komisi yang dalam bahasa Portugis disebut Comissão de Acolhimento, Verdade e Reconciliação [Komisi Penerimaan, Kebenaran, dan Rekonsiliasi], seperti di Afrika Selatan.  Ini merupakan langkah maju dan terbaik.  Harapan saya semoga dari seluruh partai dan semua kalangan ada cukup kerendahan hati untuk menghadapi komisi itu.

 

Sebagian pemimpin politik mengusulkan amnesti umum.  Rakyat umumnya menginginkan hal yang berbeda.

Mereka harus mendengarkan rakyat!  Karena suara yang muncul dari bawah dengan keras lebih benyak menuntut keadilan.  Dan mereka tidak mengerti apa itu amnesti dan apa tujuannya.  Mereka tidak mengerti.  Kalau ada amnesti, ssiapa yang akan memberikan?  Kalau diberikan nanti, akan ada yang main hakim sendiri, dan itu akan melawan amnesti.  Maka amnesti tidak akan jalan.  Jadi keadilan dan kebenaran harus ditegakkan.  Kalau yang salah, ya salah.  Kalau tidak salah, ya tidak salah.

 

Jadi rekonsiliasi dan keadilan harus sejalan?

Bagi saya, rekonsiliasi dan keadilan itu seperti satu mata uang dengan dua sisi.  Rekonsiliasi dengan keadilan, keadilan dengan rekonsiliasi.  Keadilan sendiri tanpa rekonsiliasi tidak langkap.  Ini tidak manusiawi.  Begitu pula, rekonsiliasi tanpa keadilan tidak akan menyelesaikan masalah.

 

Apakah ini berhubungan dengan pengembangan demokrasi di Timor Lorosae

Tentu saja.  Demokrasi menuntut menerima semua orang, menghargai semua orang.  Tetapi demokrasi juga menuntut hukum.  Sekarang ini satu ada ide yang tidak benar, bahwa kita sekarang kita berada dalam era demokrasi, hak saya berbuat apa saja sesuai kemauan saya.  Itu bukan demokrasi!  Dalam bahasa Portugis itu “libertinagem,” kurang ajar!

 

Sepertinya demokrasi saat ini lebih menjurus pada saling menyerang dan saling bersaing?

Itu baik… oke itu suatu proses yang baru muncul, biarlah [para pemimpin politik] bertengkar, tetapi selalu dengan spirit bahwa kita orang Timor, kita orang beragama.  Harus juga berpikir, walau bertengkar tetapi harus menghargai orang lain, pendapat orang lain.  Tetapi yang terutama, semua harus duduk bersama-sama mencari jalan yang terbaik, menuju satu konsensus yang bisa menyelesaikan segalanya dengan baik.  Ini harus dimulai dari lingkungan keluarga, sesuai dengan adat kita, orang Timor.  Bertengkar itu selalu ada, kalau kita terjun ke dunia politik, harus bertengkar.  Tetapi harus membedakan bertengkar untuk siapa, apakah bertengkar untuk rakyat atau untuk mereka yang duduk di atas.  Kalau mereka mendengar aspirasi dari bawah, saya yakin mereka tidak akan bertengkar.  Orang-orang yang bertengkar itu, mungkin tidak jalan ke pedalaman di desa-desa.  Mungkin mereka hanya di dalam kota, di Dili saja, atau di kota kabupaten saja, dan kadang-kadang aspirasi banya didapat dari lingkungannya saja.  Padahal Timor Lorosae masih luas.

Home Background Mandate News Documents Funding Commissioners Glossary Search