KOMISI
PENERIMAAN, KEBENARAN DAN REKONSILIASI DI TIMOR LOROSAE
RINGKASAN PERATURAN
Pada tanggal 13 Juli 2001, Administrator Transisi, Sergio Vieira de Mello, telah menandatangani Peraturan No. 2001/10 tentang penetapan Komisi Penerimaan, Kebenaran dan Rekonsiliasi di Timor Lorosae. Berikut ini ialah ringkasan dari dokumen dengan 26 halaman. Ringkasan ini juga dibuat dalam Bahasa Inggris
Komisi ini merupakan suatu lembaga independen di tingkat
nasional, yang akan menyelidiki tentang pelanggaran hak-hak asasi manusia yang
dilakukan oleh kedua belah pihak antara bulan April 1974 dan Oktober 1999 dan
memfasilitasi upaya rekonsiliasi di kalangan masyarakat, bagi mereka yang
melakukan pelanggaran ringan.
Komisi
dimaksud, mulanya diusulkan oleh CNRT dalam Kongresnya yang diselenggarakan pada
bulan Agustus 2000 lalu. Perencanaan terperinci tentang pelaksanaannya dilalukan
oleh Panitia Acara yang terdiri atas wakil-wakil dari CNRT, enam orang dari
LSM-LSM Timor Lorosae, UNHCR, dan UNTAET Unit HAM. Dengan dukungan resmi dari
Dewan Nasional dan Kabinet Panitia Acara telah mengadakan konsultasi di setiap
Distrik tentang Komisi yang telah diusulkan itu.
Komisi tersebut diharapkan akan memulai kegiatannya pada
achir tahun 2001. Akan bekerja selama dua tahun (dengan perpanjangan waktu enam
bulan bila dianggap perlu). Pada achir masa kerjanya akan membuat laporan kepada
pemerintah termasuk membuat rekomendasi-rekomendasi tentang tindak lanjut dari
proses rekonsiliasi dan promosi hak-hak asasi manusia.
Komisi akan diketuai oleh 5-7 Anggota Komisi Nasional. Selain
sebuah kantor nasional, diharapkan Komisi ini dapat memiliki sampai 6 Kantor
Regional yang terdiri dari 25-30 Anggota Komisi Regional. Kantor-kantor Komisi
akan diisi dengan tenaga staf orang Timor Lorosae, didukung sejumlah kecil pakar
internasional.
Panel Seleksi yang terdiri atas wakil-wakil dari empat partai
politik, LSM-LSM, Gereja, dan dua orang yang ditunjuk PBB akan berkonsultasi
dengan masyarakat dan mengusulkan nama-nama yang dianggap layak untuk menjadi
Anggota Komisi dan Ketua Komisi dan kemudian akan diangkat oleh Administrator
Transisi.
Para Anggota Komisi hendaknya adalah orang-orang yang
memiliki karakter moral tinggi, tidak memihak, memiliki integritas, komitmen
pada hak-hak asasi manusia, dan berkompeten. Mereka bukanlah tokoh dengan profil
politik yang tinggi, atau memiliki hubungan darah sebagai suami atau isteri,
pada tingkat pertama (orang tua/anak, saudara kandung) dengan Anggota Komisi
lainnya. Sekurang-kurangnya 30% dari jumlah Anggota Komisi harus wanita. Para
Anggota Komisi akan diambil sumpah tentang independensi dan imparsialitas mereka.
Komisi memiliki tiga fungsi
pokok.
Komisi diberi mandat untuk mengadakan investigasi terhadap
berbagai pelanggaran hak-hak asasi manusia yang terjadi di Timor Lorosae antara
tanggal 25 April 1974 (Revolusi Bunga di Portugal) dan tanggal 25 Oktober 1999 (pada
awal keberadaan UNTAET) namun dalam konteks konflik politik.
Komisi
akan memberikan pertimbangan khusus terhadap (a) kejadian-kejadian sebelum dan
sesudah jajak pendapat pada tanggal 30 Agustus 1999, dan (b) masa sebelum dan
sesudah invasi Indonesia pada tanggal 7 Desember 1975 dan dampak daripada
kehadiran Indonesia sampai tanggal 25 Oktober 1999.
Untuk tujuan ini, Komisi dapat:
mengadakan
sidang-sidang (baik yang sifatnya terbuka maupun tertutup),
meminta
para saksi untuk mengikuti sidang-sidang menyampaikan bukti-bukti kepada
Komisi,
meminta
kepada pihak kepolisian agar dapat melakukan penyelidikan tentang latar
belakang bukti-bukti pelanggaran yang dianggap relevan,
mengatur
diadakannya penggalian mayat-mayat dengan izin dari Kantor Kejaksaan Umum,
meminta
informasi dari para aparat dan pihak-pihak lainnya dari negara lain,
mengadakan
sidang-sidang di luar Timor Lorosae dengan izin Administrator Transisi,
membuat
pengaturan khusus untuk diadakannya sidang-sidang dimana dapat dilibatkan
kelompok-kelompok khusus dari para korban, seperti halnya perempuan dan
anak-anak,
melakukan
penelitian dan penyelidikan tambahan untuk memungkinkan sebuah laporan yang
komprehensif dan kuat.
Kantor Komisi Nasional akan mengadakan investigasi tentang
kasus-kasus khusus, penilitian sejarah, dan mengatur proses pengumpulan
penyataan di seluruh Timor Lorosae. Kantor-Kantor Regional akan mendukung Kantor
Nasional dalam melaksanakan tugas ini dan akan mengatur proses pengumpulan
penyataan-penyataan dari masyarakat.
Laporan
Komisi akan sangat penting karena dapat membuat paparan sejarah nasional dan
menunjukkan jalan yang dapat dilalui dalam rangka mengadakan perubahan hukum
dan kelembagaan untuk membela hak-hak asasi manusia di masa depan.
Dokumen
ini akan melaporkan tentang hasil penyelidikan yang dilalukan Komisi dalam hal:
tingkat
pelanggaran hak-hak asasi manusia,
sebab-sebab
terjadinya pelanggaran termasuk tentang keadaannya, factor-faktor,
motif-motif dan pandangan-pandangan yang memicu terjadinya
pelanggaran-pelanggaran,
siapa
orang, aparat dan organisasi-organisasi yang bertanggungjawab atas
pelanggaran, dan
menyampaikan
rekomendasi-rekomendasi Komisi tentang perubahan dan gagasan-gagasan untuk
mencegah pelanggaran hak-hak asasi manusia di masa akan datang.
Semua bukti yang diterima Komisi dapat dimanfaatkan untuk
menuntut orang-orang. Akan tetapi, seorang saksi tidak boleh dipaksa untuk
menyalahkan dirinya sendiri dan mempunyai hak untuk diwakili oleh seorang
penasehat hukum di dalam sidang. Para Pastor, ahli huku, dan dokter memiliki
kewajiban professional tertentu terhadap klien-klien mereka yang harus dihormati.
Hal-hal yang dianggap sebagai pelanggaran kriminal menurut
Peraturan ini ialah:
memberi
kepada Komisi informasi yang menyesatkan dan tidak benar,
tidak mematuhi perintah yang dikeluarkan oleh Komisi untuk menghadap, memberikan bukti dan/atau memperlihatkan bukti yang terkait dengan penyelidikan Komisi.
Melalui proses penyelidikan Komisi, orang-orang Timor Lorosae
akan mampu tampil dan meceriterakan tentang apa yang telah terjadi pada mereka
sejak tahun 1974. Ceritera yang benar berarti mengakui penderitaan para korban
dan membantu menyembuhkannya. Bukti yang dihimpun oleh Komisi akan membantu pula
diadakannya tuntutan terhadap mereka yang bertanggungjawab atas perencanaan atau
pelaksanaan kejahatan-kejahatan berat dan pelanggaran atas hak-hak asasi manusia.
Fungsi kedua Komisi ini ialah memfasilitasikan rekonsiliasi
komunitas. Komisi ini berdasarkan pada prinsip bahwa suatu rekonsiliasi murni
perlu adanya keadilan dan setiap orang harus bertanggungjawab atas perbuatannya.
Mereka yang bertanggungjawab atas kejahatan-kejahatan berat
dapat dituntut berdasarkan Peraturan No. 2000/15 tentang Pendirian Panel-Panel
dengan Jurisdiksi Eksklusif tentang Kejahatan Kriminal yang Berat.
Peraturan tentang rekonsiliasi mengakui bahwa terdapat banyak
sekali orang yang melalukan pelanggaran ringan dan bersedia untuk berekonsiliasi
dengan komunitas masing-masing. Maka Komisi dalam hal ini diberi tugas untuk
memfasilitasi ‘Perjanjian Rekonsiliasi Komunitas’ (PRK) antara masyarakat
setempat dan para pelaku pelanggaran ringan.
Bagaimanakah sebuah kejahatan dianggap ringan dapat
ditentukan oleh:
Kejahatan-kejahatan berat seperti halnya pembunuhan,
perkosaan, mengorganisir atau merencanakan kejahatan-kejahatan serta
kejahatan-kejahatan terhadap umat manusia tidak mungkin dianggap sebagai
kejahatan ringan dan tidak akan mungkin menjadi urusan Komisi.
Seseorang yang melalukan pelanggaran ringan dan berniat
memanfaatkan proses rekonsiliasi komunitas dapat menempuh langkah-langkah
sebagai berikut:
Pernyataan tertulis seorang pelanggar hendaknya memuat hal-hal sebagai
berikut: uraian tentang pelanggaran, pengakuan atas tanggungjawabnya, apa
kaitannya dengan konflik politik di Timor Lorosae, dengan kelompok masyarakat
mana si pelanggar ini berekonsiliasi dan penolakan atas kekerasan sebagai
jalan untuk mencapai tujuan politik. Bila perlu, Komisi dapat membantu
mempersiapkan pernyataan tersebut. Pernyataan ini akan disampaikan kepada
Kantor Jaksa Umum. Sebuah Panitia Komisi akan memutuskan, bersama Jaksa Umum,
tentang kasus tersebut menjadi urusan Komisi atau Jaksa Umum.
Sidang-sidang dapat dilakukan pada tingkat regional.
Sebuah panel yang terdiri dari para pemimpin local, diketuai Anggota Komisi
Regional, akan mengadakan pertemuan bersama dengan si pelanggar, korban dan
anggota-anggota masyarakat setempat. Langkah-langkah akan diambil untuk
melindungi para korban dan saksi-saksi yang menghadap Komisi dan untuk menjamin
bahwa setiap orang diperlakukan dengan baik dan hormat dan dapat berkomunikasi
dalam bahasa apa saja.
Pada sidang, panel dapat menanyakan kepada seseorang tentang
keterlibatan orang lain dalam perbuatan yang terkait. Seandainya pihak yang
ditanya menolah menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam itu tanpa alasan yang
valid, panel dapat menghentikan sidang dan mengajukan kembali pernyataan aslinya
kepada Jaksa Umum. Setelah pemeriksaan, panel akan merekomendasikan suatu
‘tindakan rekonsiliasi’ kepada seseorang berupa, contohnya, bakti sosial,
perbaikan, permintaan maaf di depan umum, dan/atau tindakan pengampunan lainnya.
Jika seseorang menyetujui tindakan semacam itu, suatu ‘perjanjian rekonsiliasi
komunitas’ akan dibuat dan dicatat di Kantor Pengadilan terdekat.
Perjanjian-perjanjian rekonsiliasi komunitas tidak boleh melanggar hak-hak asasi
manusia atau melampaui batas. Kegagalan dalam mematuhinya akan dianggap sebagai
pelanggaran kriminal dan dapat dihukum dengan 1 tahun penjara dan/atau dendas
sebesar US$3000. Seorang pelenggar yang telah menyelesaikan suatu perjanjian
tidak boleh dituntut atau diperkerakan dalam kaitan dengan perbuatan-perbuatan
yang dimaksud.
Dengan berpartisipasi dalam proses ini, semua orang dapat
menunjukkan kepada komunitasnya sendiri bahwa mereka telah menyesali atas
perbuatan mereka dan ingin menjalani hidup bersama dalam damai. Orang-orang yang
tidak mau menggunakan proses Komisi akan digiring menjalani proses tuntutan
hukum normal sekarang, atau di kemudian hari.
Sebagai tambahan, untuk lebih memperkuat Komisi agar mampu
melaksanakan fungsi-fungsinya maka Peraturan ini akan melindungi Komisi dari
campur tangan yang tidak diperkenankan. Adalah suatu pelanggaran kriminal
apabila:
Bagian lain dari Peraturan menyangkut kekebalan Komisi dan
para stafnya dalam pelaksanaan tugasnya dengan niat baik dan menegaskan tentang
privelege-privelege dan kekebalan yang sudah ada bagi PBB dan Lembaga-Lembaga
Perwakilan Khusus PBB.
Fungsi ketiga dari Komisi adalah memformulasikan rekomendasi.
Selain dari melaporkan kepada pemerintah dan masyarakat menyangkut
penemuanya, komisi juga memiliki mandat untuk merekomendasi tentang hal- hal
yang relevan dengan pekerjaanya. Ini adalah bagian yang sangat penting dari
pekerjaan komisi. Komisi bukan hanya menerima informasi dan memfasilitasi
reconsiliasi. Juga menerima pandangan daripada para pakar, masyarakat, Gereja,
LSM, Akademis dan lain lain termasuk dari Luar Timor Lorosa’e – tentang apa
yang harus di buat menyangkut isu yang di hadapkan komisi.
Bermacam macam rekomendasi
dapat di buat termasuk proposal mengenai perubahan, perubahan dan aksi yang
komisi percaya harus diambil untuk menanggapi kebutuhan korban, dan untuk
melindungi dan mempromosi HAM dan rekonsialisi
pada masa depan Timor Lorosa’e.
Rekomendasi bisa
juga termasuk tindakan yang bersifat hukum, politik, administrasi atau yang
lain.
Rekomenmdasi kebijakan tersebut bisa dibuat kepada pemerintah,
parlemen atau badan atau orang,
termsuk komunitas internasional.
Regulasi meminta pemerintah untuk menerima semua rekomendasi
yang dibuat oleh komisi dengan mempertimbangkan implementasinya.
Copyright © 2001 Komisi Penerimaan, Kebenaran Dan Rekonsiliasi di Timor Lorosae